Tulisan ini terinspirasi dari banyaknya orang di kampus yang nanya "Kenapa Babi dan Anjing haram di konsumsi riii?"
Aku jawab "Gak baik untuk kesehatan"
Terus mereka jawab lagi "Tapi Kakek/Nenek/Oma/Opah/Tante/Cici/Cece aku makan dari dulu gapapa loh!"
Lalu *hening seketika* Gatau mau jawabnya apa lagi, ya takut tersinggung, salah paham atau emang gatau jawabannya hahaha
Tapiiiiiii disini jelasin deh "Kenapa orang Muslim HARAM makan Babi dan si Anjing itu?" Baca sampai habis yaaa...
Pada
umumnya, Islam mengharamkan daging hewan yang berkuku tajam, seperti: Singa, Harimau, Macan, Ular, Kucing, Anjing, dan Tikus. Tentunya, laboratorium syariat
tidak mengharamkan mereka kecuali ada sebab mendasar yang melatarbelakanginya.
Olehnya itu, wajar jika hal tersebut menjadi proyek ilmiah yang menunggu
sentuhan-sentuhan dunia sains. Mereka seakan-akan berkata kepada para saintis:
“Aku haram dimakan karena aku berbahaya terhadap kelangsungan hidup kalian.
Akan tetapi, apakah Kalian telah menemukan hikmah-hikmah syariat yang telah
menjadikan aku haram untuk kalian?“
Dokter
Sulaeman Qûsh berkata:
“Medis
modern melaporkan bahwa air liur, kotoran, darah, dan sel-sel tubuh hewan-hewan
ini mengandung virus yang mematikan, yaitu virus yang menyebabkan penyakit
anjing.”
Jika
demikian halnya hewan-hewan tersebut, bagaimana dengan babi sendiri?
Manusia
cinta kebersihan dan jijik melihat kotoran. Setiap dari mereka punya fitrah
penciptaan seperti ini. Olehnya itu, bukan hanya Islam yang mengharamkan babi,
tetapi juga syariat-syariat terdahulu, seperti: Yahudi dan Nasrani.
Di dalam
Taurat dikatakan:
(هَذِهِ الْبَهَائِمُ
التَِّيْ تَأْكُلُوْنَهَا: البَقَرُ، وَالضَّأْنُ، وَالْمَعِزُ…، إِلاَّ هَذِهِ فَلاَ
تَأْكُلُوْهَا، مِمَّا يَجْتَرُّ وَمِمَّا يَشُقُّ الظِّلْفَ: الْجَمَلَ وَالأَرْنَبَ
وَالْوَبَرَ؛ لأَِنَّهَا تَجْتَرُّ، لَكِنَّهَا لاَ تَشُقُّ ظِلْفًا، فَهِيَ نَجِسَةُ
لَكُمْ. وَالْخِنْزِيْرُ، لأَِنَّهُ يَشُقُّ الظِّلْفَ، لَكِنَّهُ لاّ يَجْتَرُّ، فَهُوَ
نَجِسُ لَكُمْ، فَمِنْ لَحْمِهَا لاَ تَأْكُلُوْا وَجُثَثِهَا لاَ تَلْمِسُوْا).
“Hewan-hewan
ini boleh kalian makan, seperti: sapi, domba, dan biri-biri…, kecuali
hewan-hewan ini janganlah engkau memakannya; hewan yang mengeluarkan makanan
dari perutnya kemudian dikunyah kembali dan yang kukunya terbelah dua, seperti
unta, kelinci dan wabar (kelinci yang berbulu tebal). mereka najis untuk kalian
karena tergolong spesies hewan yang mengunyah kembali makanan setelah
dikeluarkan dari perut mereka sendiri, meskipun kuku mereka tidak terbelah dua.
Demikian pula babi, ia najis untuk kalian karena kukunya terbelah, meski tidak
mengunyah kembali makanannya dari perut. Olehnya itu, jangan makan dagingnya
dan jangan pula menyentuh bangkainya!”[[3]]
Di Injil
sendiri mengatakan:
(وَكَانَ
هُنَاكَ عِنْدَ الْجِبَالِ قَطِيْعٌ كَبِيْرٌ مِنَ الْخَنَازِيْرِ يُرْعَى، فَطَلَبَ
إِلَيْهِ الشَّيَاطِيْنُ قَائِلِيْنَ: (أَرْسِلْنَا إِلَىْ الْخَنَازِيْرِ لِنَدْخُلَ
فِيْهَا)، فَأَذِنَ لَهُمْ يَسُوْعُ لِلْوَقْتِ، فَخَرَجَتْ الأَرْوَاحُ النَّجِسَةُ،
وَدَخَلَتْ فِيْ الْخَنَازِيْرِ).
“di
pegunungan sana ada sekelompok babi yang sedang digembala, maka setan pun
menginginkannya dan berkata: (izinkanlah kami bersemayam di babi-babi itu!)
Yesus pun kemudian mengizinkan mereka saat itu, sehingga ruh-ruh kotor keluar
dan bersemayam di tubuh babi-babi tersebut” [[4]]
Di
tempat lain diberitakan:
(لاَ تُعْطُوْا
الْقُدْسَ لِلْكِلاَبِ، وَلاَ تَطْرَحُوْا دُرَرَكُمْ قُدَّامَ الْخَنَازِيْرِ لِئَلاَّ
تَدُوْسُهَا بِأَرْجُلِهَا وَتَلْتَفِتَ فَتُمَزِّقَكُمْ).
“Jangan
berikan Al-Quds kepada anjing-anjing itu dan jangan pula meletakkan
berlian-berlian kalian di hadapan babi-babi itu supaya mereka tidak menginjak-injaknya
dan kembali mengoyak-oyak kalian.”[[5]
Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan pengharaman babi di Injil,
tetapi karena ia merupakan simbol kejahatan yang dilakoni oleh ruh-ruh jahat
dan umat selain umat Nasrani, maka ia pun dengan sendirinya mengajak fitrah
mereka untuk menjauhinya. Bukan hanya itu, di Injil sendiri terdapat beberapa
teks yang menyatakan bahwa Nabi Isa as. diutus untuk menyempurnakan syariat
yang diemban Nabi Musa as… [[6]]
Dan karena pengharaman babi merupakan salah satu syariat Taurat, maka babi pun
diharamkan terhadap mereka. Akan tetapi, mengapa di sana masih ada kaum yang
membolehkan makan babi? Bukankah ini menyalahi syariat dan fitrah penciptaan
mereka sendiri?
Dalam
hal ini, Islam pun mengharamkan babi. Ia dan syariat lain senantiasa memberikan
perhatian penuh terhadap kesehatan jasmani dan rohani manusia. Olehnya itu,
semuanya sepakat terhadap hukum ini.
Allah
SWT berfirman:
إِنَّمَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ
لِغَيْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]:
173)
Jika ada
yang bertanya: “Ada apa dengan babi? Mengapa semua syariat Allah
mengharamkannya?”
Kepada
Anda Ustadz Muhammad Rasyid Ridha menjawab:
“Salah
satu hikmah haramnya babi karena ia membawa virus berbahaya dan termasuk jenis
hewan yang menyukai kotoran".
Kedokteran
modern telah membuktikan bahwa bahaya babi datang dari makanannya yang kotor,
sehingga di antaranya ada yang menjadi ulat, seperti: Trichinila Spiralis (الدُّوْدَةُ
اللُّوْلَبِيَّةُ أَوْ الْحَلْزُوْنِيَةٌ). Ulat ini menjangkiti babi dari
bangkai-bangkai tikus yang dilahapnya. Bukan hanya itu, daging babi sangat
sulit dicerna akibat gumpalan lemak di serak-serak daging tersebut. Olehnya
itu, perut terasa berat dan ingin muntah. Jika ia tidak dimuntahkan maka
penderita akan mencer…
Jika
Anda berkata: “Ayat al-An’am menegaskan bahwa sebab daging babi diharamkan
karena ia kotor. Apakah karena ia suka kotoran ataukah di tubuhnya terdapat
bahaya yang mengancam keselamatan jiwa?”
Ketahuilah!
Sesungguhnya kata (الرِّجْسُ), yang artinya: kotor, penamaan terhadap
segala sesuatu yang berbahaya dan menjijikkan, baik yang materinya nampak atau
secara maknawi saja. Olehnya itu, semua yang bernajis disebut (رِجْس) kotoran.
Dan pastinya, penamaan Surah al-An’am (الرِّجْسُ)terhadap babi memberi
indikasi kuat bahwa ia haram dimakan karena berbahaya dan menjijikkan.”[[7]]
dr.
Sulaeman Qûsh menegaskan pernyataan di atas pada laporannya berikut ini:
“Babi
adalah binatang yang malas dan terlalu suka berhubungan intim. Ia tidak suka
cahaya matahari dan tidak punya semangat juang membela diri dari
musuh-musuhnya.
Dia
memakan semua makanan yang diberikan, bahkan kotorannya sendiri atau kotoran
manusia. Ia lebih suka menghabiskan hidupnya di tempat kotor daripada tempat yang
bersih. Kerjanya makan dan tidur, serta tidak suka bepergian jauh. Jika
betinanya ditunggangi oleh jantan lain ia tidak menampakkan sedikit pun
kecemburuan dan amarah terhadapnya.
Babi
salah satu jenis hewan yang mengantongi pelbagai jenis virus yang mematikan. [[8]] Maka
dari itu, ia tidak layak dikonsumsi manusia.”[[9]]
Jika ada
yang bertanya dan berkata: “Anda telah menjelaskan panjang lebar hikmah
pengharaman babi. Sekarang, tolong beberkan makna-makna kehidupan di balik
penciptaannya.”
Ustadz
Nursi meletakkan batu pijakan dan pondasi dalam masalah ini. Beliau berkata:
“Setiap
makhluk di semesta ini punya tugas masing-masing. Bukan hanya itu, setiap
partikel terkecil di kosmos ini punya fungsi tersendiri. Artinya, tidak ada
makhluk di alam ini kecuali punya misi yang mereka sedang jalani. Olehnya itu,
mereka adalah petugas Rabbânî yang menjalankan misi ketuhanan.”[[10]]
Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas,
bahwa babi adalah Cleaning Service gratis yang membersihkan wajah
bumi dari pelbagai bentuk kotoran. Olehnya itu, dengan menyadari fitrah
penciptaannya, ia melahap kotorannya sendiri dan kotoran manusia. Andai saja
tahinya yang tercecer itu tidak dilahap kembali, maka siapa lagi yang akan memungutnya?
Kotoran, sampah, dan limbah manusia merupakan isu global yang butuh penanganan
serius dan belum terpecahkan sampai pada detik ini. Olehnya itu, wahai mereka
yang lalai! Sadar dan pujilah Allah yang membantu kalian mengatasi masalah
rumit tersebut! Babi itu tahu diri, bahkan ia ikut sibuk dan turut andil
mengentaskan polusi udara oleh ulah tangan kalian sendiri.
Di lain
sisi, babi telah menjadi cermin terhadap manifestasi keagungan Sang Maha
Bersih, Maha Mengurus, Menjaga keseimbangan kosmos, dan Maha Bijak. Ia
mencerminkan sinar-sinar ketauhidan yang terpadu. Ia merupakan ukiran-ukiran
keagungan dan ketinggian sifat-sifat Allah tersebut.
Hewan
ini pun tidak tinggal diam untuk melukiskan makna-makna kehidupan. Ia seperti
menyapa Anda dengan begitu lembutnya dan berkata: “wahai khalifah Allah!
Janganlah kalian menyerupai diriku! Jika aku malas kalian harus rajin, jika aku
penakut kalian harus pemberani, jika aku terlalu berlebihan melakukan hubungan
intim maka kalian wajib menempatkan nafsu sesuai dengan batasan-batasan
syariat. Jika kalian seperti ini maka niscaya kalian menjadi insan-insan
Rabbânî. Akan tetapi, jika kalian menyerupai diriku maka kalian lebih rendah
dariku. Aku menjalankan fungsi kehidupan dan ketauhidan dengan sempurna, tetapi
kalian lalai dan lupa diri oleh nafsu.”
Kemuliaan
hewan ini tidak terbatas sampai di sini, tetapi ia telah menjadi bahan baku
celaan Al-Qur’an terhadap bangsa Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu. [[11]]
Olehnya itu, mereka dilaknat Allah dengan menjadikan wujud mereka berwujud
monyet dan babi sebagaimana yang difirmankan ayat ini:
â قُلْ هَلْ
أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ
وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ á (QS. Al-Maidah
[5]: 59)
Di
penghujung tulisan singkat ini, saya mengajak pemerhati tema-tema keislaman
menyuarakan kesimpulan berikut ini:
“Sebenarnya
babi bukan ancaman bagi manusia. Bahaya yang datang darinya lahir dari ulah
tangan-tangan jahil. Mereka telah melanggar kesepakatan syariat-syariat Allah
yang mengharamkannya. Seandainya Anda tidak menyentuhnya maka ia pun dengan
sendirinya enggan menyakiti Anda. Akan tetapi, Anda sakit karena telah
mengabaikan aturan tersebut. Biarkan dia menjalankan misi kebersihan wajah
dunia yang diemban fitrahnya! Biarkan dia memancarkan kilau ketauhidan sebagai
manifestasi keagungan dan kemuliaan Zat-Nya yang Maha Bersih, memelihara,
menjaga, dan Maha Bijak!Bukankah seribu satu kebaikan lebih diutamakan penciptaannya dari
satu keburukan yang belum pasti?”
Menurut saya pribadi, sampai kapan pun dan sepanjang apapun penjelasan haramnya babi dan anjing ini tidak ada menemui titik temu yang pas antara "yang bertanya" dan "yang menjawab". Selalu ada "Tapi..." disetiap jawaban yang sudah Kami berikan. Saya, Muslimin dan Muslimah yang lainnya hanya melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, inilah salah satu bukti kecil Ketaatan Kami kepada Allah Swt.
Sumber :
http://www.dakwatuna.com
http://www.dakwatuna.com
0 komentar:
Posting Komentar